Awalnya film ini mendapat kritikan negatif tentang adegan kekerasan dan sexsual, namun seiring berjalanya waktu, film ini terpilih menjadi salah satu film psikologis terbaik.
Film
: Blue Velvet (1986)
Merupakan film noir misteri psikologis yang ditulis dan
disutradarai oleh David Lynch. Sebenarnya skenario dari film ini telah di buat
dan beredar pada tahun 1970-an, namun saat di ajukan menjadi sebuah film banyak
studio besar menolaknya karena konten seksual dan kekerasannya yang kuat.
setelah perjuangan dan kegagalannya tersebut, akhirnya
sang Sutradara memutuskan untuk mengembangkan film ini dan di hendel secara
pribadi, setelah menjadi beberapa scene dalam film pendek, diawal promosinya
ada pihak studio Italia yang setuju untuk membiayai dan memproduksi film
tersebut.
Film ini mendapatkan tanggapan berbagai tanggapan diawal
penayangannya, yang memang benar ada yang bilang bahwa film ini menampilkan konten
tak pantas dan cerita yang memusingkan, dan juga ada yang mendukung film ini,
namun seiring berjalannya waktu film ini terus di akui para kritikus dan
berkomentar bahwa film ini sukses menekan psikologi para penonton.
Blue Velvet juga masuk dalam nominasi Academy Award kedua
untuk Sutradara Terbaik, Pada tahun berikutnya film ini telah menghasilkan
perhatian akademis yang signifikan berkenaan dengan simbolisme tematiknya, dan
sekarang secara luas dianggap sebagai salah satu karya besar Lynch.Entertainment
Weekly dan Majalah BBC mengomentari bahwa film ini termasuk salah satu film
terviral dan masuk sebagai pringkat besar film Hollywood sepanjang masa. Dan
pada tahun 2008. Blue Velvet dipilih oleh American Film Institute sebagai salah
satu film misteri terbesar Amerika yang pernah dibuat.
Sinopsis :
Saat melewati ladang dekat rumahnya, Jeffrey mendapati sebuah telinga manusia terputus & memicu rasa ingin tahunya. IKarena penasaran ia kemudian mencari tahu kejadian itu dan membawanya bertemu dengan sosok wanita bernama Dorothy Vallens, seorang penyanyi kafe psikopat.
Review:
Blue Velvet adalah tentang satir dan ironi, menjabarkan
dunia normal yang kelihatannya baik-baik saja di sebuah kota kecil yang aman
dan tentram ~ namun sebenarnya menyimpan kisah misteri yang mengerikan. Ini
sesuai dengan quotes yang beberapa kali dikatakan di film: "It's a strange
world,". Melalui perjalanan seorang pemuda sok jagoan berlagak detektif
Jeffrey Beumont (Kyle McLachlan) yang hendak memuaskan rasa penasarannya akibat
penemuannya akan sepotong telinga di sebuah padang rumput, Blue Velvet membawa
kita pada dunia kelam yang tidak pernah kita duga sebelumnya : kisah
sadokis-masokis, oedipus complex, penculikan, kekerasan dan drug abuse.
Blue Velvet adalah sebuah thriller & neo-noir yang
sukses membuatmu merasakan ketegangan yang sama seperti yang dirasakan oleh
tokoh Jeffrey, melalui matanya yang mengintip dari celah-celah lemari kala
Dorothy (Isabella Rosselini) disiksa oleh Frank (Dennis Hopper). Scene itu
begitu disturbing untuk disaksikan, dan sulit untuk tidak merasa dihantui oleh
suara nafas Frank Booth yang menghisap masker-obatnya yang aneh. Adegan ini
adalah classic scene yang memorable, tanpa backsound musik yang berlebihan.
Adegan lain yang juga sulit dilupakan adalah adegan tidak
masuk akal dengan lagu In Dreams dari Ray Orbinson sebagai backsoundnya (FYI,
Frank Booth menamai lagu ini Candy Colored Clown). Yang pertama adalah adegan
di tempat Ben, partner kriminal Frank yang menyekap anak Dorothy. Ben bernyanyi
lip sync lagu In Dreams, ditemani anak buah Frank yang setengah mabuk
menari-nari di atas sofa, dan Frank larut pada kesedihan sebelum kemudian
berubah menjadi kemarahan. Adegan kedua adalah adegan dimana Frank memukuli
Jeffrey, dengan lagu yang sama diputar melalui tape mobil, dan seorang
perempuan menari-nari tidak jelas di atas mobil. Lagu In Dreams adalah lagu
indah jika didengarkan, namun menggabungkannya dengan adegan yang berkebalikan
dari itu semua membuatmu terjebak pada atmosfer yang ganjil.
Sebenarnya Blue Velvet bukanlah sebuah film dengan fuckin
awesome twist di bagian endingnya, kisahnya sendiri sebenarnya berjalan cukup
linier. Ini memang membuat film ini sekilas terlihat begitu sederhana karena
kamu tidak perlu bertanya-tanya who is the really bad guy in the movie. Namun
di tangan David Lynch, Blue Velvet adalah sebuah mahakarya yang penuh dengan
elemen-elemen filosofis yang menarik. Sebuah film bisa menjadi cult movies jika
setelah menontonnya kamu masih ingin membicarakannya dan menyingkap
gagasan-gagasan gila yang ingin diungkapkan sang sutradara dan penulis naskah,
dan itulah yang terjadi pada Blue Velvet.
Kesintingan menjadi milik Dennis Hopper yang berperan
sebagai Frank Booth, dan dengan meyakinkannya berhasil membuatmu merasa miris
melihat kekejian tidak berperikemanusiaan yang dilakukan Frank kepada Dorothy.
Frank seorang Oedipus Complex sekaligus sadokis, dan hampir seluruh kalimat
yang diucapkannya tidak pernah tidak disisipi kata-kata kasar. Namun menariknya
yang ambigu adalah karakter protagonis di film ini, yaitu karakter Jeffrey
Beaumont dan Dorothy Vallens yang somehow bisa terlibat pada hubungan sensual
sadokis-masokis yang absurd. Kegamangan ini tampaknya adalah area abu-abu yang
ingin diperlihatkan Lynch pada karakter protagonis yang rupanya juga memiliki
naluri hewani/humanis yang kelam pula.
Ada filsafat menarik lain yang saya baca mengenai korelasi
Blue Velvet dengan voyeurisme atau "kenikmatan mengintip". Intinya
cerita Blue Velvet berkembang akibat rasa kengintahuan yang besar dari Jeffrey
Beaumont, yang sebenarnya keingin tahuannya itu tidak memberikan dampak apapun
pada hidupnya, selain ia sekedar penasaran saja. Rasa penasaran inilah yang
akhirnya membuatnya bersembunyi di lemari Dorothy, mengintip bagaimana Dorothy
melakukan hubungan seksual yang aneh dengan Frank ~ dimana adegan ini begitu
menegangkan namun juga membuatmu sama penasarannya. Sehingga tidak peduli
bagaimana Frank kerap berteriak "Don't you fucking look at me!!",
kamu tak jauh berbeda dari Jeffrey yang masih menonton dengan perasaan campur aduk
(ngeri sekaligus penasaran).
Aktivitas mengintip, terdengar sederhana dan (yeah)
pervert, tapi rupanya menyimpan filosofi yang dalam dan menarik. Mengutip blog
yang saya baca tersebut, Jean Paul Sartre pernah mengungkapkan filsafat yang
kurang lebih mengacu pada natural settings tersebut. Katanya, jika seseorang
berada di dalam kamar sendirian, maka ia bebas melakukan apapun yang ia mau. Ia
merdeka. Namun ketika orang tersebut mengetahui dirinya diintip dari lubang
kunci, maka seketika ia berubah. Ia berubah menjadi seseorang yang ”dimaui”
oleh orang yang mengintip. Interaksi yang terjadi pada 2 orang adalah hubungan
dua arah yang saling mengobjekkan. Namun pada aktivitas mengintip, hubungan
yang terjadi adalah hubungan searah, dimana si tukang-intip tidak perlu bertindak
menjadi objek seperti yang dimaui oleh yang diintip. Dan inilah fenomena sosial
yang kerapkali melanda kita, atau saat ini lebih sering disebut
"kepo". Siapa yang saat ini tidak suka "ngepoin" halaman
sosial media orang lain, dan diam-diam menghakimi dalam hati? Acara gosip
begitu populer, karena kita bebas mengetahui privasi orang lain ~ tanpa perlu
khawatir mengenai privasi kita sendiri diketahui orang lain. Dan siapa yang
menyangka filosofi mendalam ini ada pada aktivitas rendahan macam mengintip?
Mengenai mengapa telinga yang ditemukan oleh Jeffrey (bukan mata, atau bagian
tubuh lainnya), menurut saya adalah sebuah simbol keterkaitan dengan aktivitas
yang tidak jauh berbeda dengan mengintip, yaitu menguping.
Pada bagian akhir, dimana Jeffrey sedang bersantai di
halaman belakang rumahnya, seolah-olah menyiratkan bahwa segala peristiwa
menakutkan yang terjadi sebelumnya hanyalah mimpi-mimpi belaka, bagi saya
merupakan kontradiksi mengenai kehidupan sesungguhnya. Yang bisa saya tangkap:
mengetahui dan mengalami peristiwa-kehidupan yang jauh berbeda dari kehidupanmu
sehari-hari seolah-olah bak mimpi buruk, namun bukan berarti hal itu tidak
nyata dan tidak eksis. Ironi dan kontradiksi itu juga disampaikan Lynch pada
bagian akhir film dimana Lynch menampilkan cuplikan-cuplikan pemandangan
pinggir kota yang aman dan tentram - yang merupakan perulangan dari bagian awal
film - seolah-olah hendak menyampaikan bahwa kehidupan yang buruk juga bisa ada
pada kehidupan pinggir kota yang damai.
Directed : David Lynch
Produced : Fred Caruso
Written : David Lynch
Starring : Kyle MacLachlan, Isabella Rossellini, Dennis
Hopper,
Distributed : De Laurentiis
Genre : Kriminal/Psikologis
Durasi : 2 jam 1 menit
Rating IMDb : 7,8/10
0 Response to "Sinopsis dan Review Film : Blue Velvet (1986)"
Posting Komentar